GoPresent – DPRD Kabupaten Pohuwato melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) terus mendorong percepatan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pondok Pesantren.
Ranperda ini menjadi salah satu prioritas legislasi tahun 2025 dan dinilai penting sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam memperkuat peran pesantren sebagai pilar pendidikan dan pembangunan sosial masyarakat.
Anggota Bapemperda DPRD Pohuwato, Abdullah Diko, menegaskan bahwa regulasi ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang diperkuat oleh Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren.
“Ini bukan semata-mata inisiatif kami di daerah, tetapi juga bagian dari amanat undang-undang dan perhatian pemerintah pusat. Kami di daerah harus menyambutnya dengan serius, apalagi beberapa dari kami berlatar belakang santri, jadi sangat memahami tantangan yang dihadapi pesantren,” ujar Diko dalam forum uji publik Ranperda, Selasa (30/4).
Diko menyebut Ranperda ini akan memuat ketentuan yang memperkuat fungsi pesantren dalam tiga aspek utama: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, regulasi ini juga menegaskan posisi pesantren sebagai subjek pembangunan, bukan sekadar objek.
“Ranperda ini memberi afirmasi dan rekognisi. Pemerintah daerah memiliki kewajiban membantu meningkatkan kualitas SDM pesantren, fasilitas, hingga kesejahteraan para guru. Selama ini beberapa pesantren sudah dibantu, tetapi dengan adanya perda, dasar hukumnya menjadi lebih kuat,” jelasnya.
Dalam forum uji publik tersebut, masyarakat turut memberikan berbagai masukan, antara lain terkait akses layanan kesehatan, ketersediaan air bersih, serta kesenjangan kesejahteraan antara guru pesantren dan guru sekolah negeri. Diko menegaskan, hal-hal ini akan menjadi perhatian serius dan akan dituangkan dalam batang tubuh perda.
“Kita juga mendapat masukan agar perda ini tidak mengganggu independensi pesantren. Tapi saya tegaskan, justru perda ini bertujuan mendukung dan memperkuat posisi pesantren agar lebih terlindungi dan mendapatkan perhatian yang layak dan adil,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, perda ini akan mencakup semua pesantren, termasuk yang kecil dan berada di pelosok, selama memiliki legalitas operasional. Pesantren-pesantren tersebut tetap akan diperlakukan setara dan mendapat hak yang sama.
“Harapannya, perda ini memposisikan pesantren setara dengan lembaga pendidikan lain. Akan tetapi, tetap menjaga ciri khasnya dan memiliki akses yang sama terhadap program-program pemerintah, seperti makan bergizi, peningkatan SDM, fasilitas pembangunan, dan lainnya,” ungkap Diko.
Lebih jauh, DPRD juga melibatkan para ahli, praktisi, dan akademisi dalam proses uji publik. Narasumber eksternal dalam kegiatan tersebut, KH. Abdullah Aniq Nawawi, Lc., M.A., menyarankan agar batang tubuh perda memperkuat fungsi afirmasi dan rekognisi.
Ia juga menekankan pentingnya memposisikan pesantren sebagai mitra strategis pemerintah daerah dan sebagai katalisator yang menjembatani berbagai pihak.
“Pesantren harus turut memperkuat nilai-nilai kebangsaan, merawat kajian kitab kuning, dan mengakomodasi kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan syariat Islam,” ujar Aniq.
Ia berharap perda ini dapat memperkuat kemitraan antara pesantren dan pemerintah daerah, termasuk membuka kolaborasi dengan sektor swasta dan organisasi non-pemerintah (NGO) dalam mendukung peran pesantren di masyarakat.
“Pesantren harus menjadi mitra strategis dalam membangun daerah. Bukan hanya soal bantuan, tapi juga peran mereka dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan, merawat budaya lokal, dan memperkuat karakter generasi muda kita,” tutupnya.
Diko menambahkan, DPRD Pohuwato menargetkan Ranperda ini rampung dan ditetapkan pada tahun ini, setelah melalui tahapan pansus, harmonisasi, konsultasi, serta menerima masukan dari publik. (rik)