GoPresent – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat di Kabupaten Pohuwato. Kali ini, sorotan tertuju pada Kepala Desa Botubilotahu, berinisial OM, yang diduga meminta biaya pengurusan surat jual beli tanah sebesar Rp 3.750.000 kepada seorang warga berinisial KK.
Kejadian ini bermula saat KK membeli sebidang tanah di Desa Botubilotahu dan berniat mengurus administrasi surat jual beli tanah di kantor desa. Namun, saat bertemu langsung dengan Kepala Desa, KK mengaku dimintai uang senilai Rp 3,75 juta.
Menurut pengakuan rekan KK, C, pertemuan itu berlangsung pada 3 Juni 2025. Saat itu, KK hanya membawa uang Rp 2 juta, yang kemudian diserahkan langsung kepada OM sebagai pembayaran awal.
“OM bilang kalau pengurusan surat jual beli tanah itu harganya 3 juta 750 ribu rupiah. Saat ditanya apakah itu sudah termasuk sertifikat, OM menjawab itu di luar sertifikat,” ungkap C, Senin (9/6/2025).
Merasa janggal, KK dan C kemudian mencari informasi lebih lanjut mengenai ketentuan pengurusan administrasi di desa. Mereka mendapatkan jawaban bahwa pengurusan surat jual beli tanah seharusnya tidak dipungut biaya, karena merupakan bagian dari layanan pemerintah desa.
Setelah informasi ini mencuat ke publik, OM dikabarkan mengembalikan uang Rp 2 juta melalui seorang anggota BPD, sambil menitipkan pesan bahwa dana yang diminta awalnya termasuk pengurusan sertifikat. Namun, belakangan sikap OM berubah dan ia menyatakan tidak bertanggung jawab atas pengurusan surat tersebut.
“Kami hanya menyayangkan, kenapa masyarakat diperlakukan seperti ini. Apakah pelayanan surat jual beli tanah sudah semahal itu?” ujar C dengan nada kecewa.
Saat dikonfirmasi langsung, Kepala Desa Botubilotahu, OM, membenarkan bahwa pengurusan surat tanah memang dikenakan biaya sebesar Rp 3.750.000, yang menurutnya sudah termasuk biaya pengurusan sertifikat.
“Iya benar, semua untuk sertifikat. Tapi setelah dikaji, ternyata tanah itu bermasalah,” ujar OM.
Namun, ketika ditanya soal penerimaan uang Rp 2 juta dari KK, OM membantah dengan singkat, “Tidak ada itu, tidak ada.”
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak kecamatan maupun Inspektorat terkait dugaan pungli ini. Masyarakat berharap ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap oknum yang menyalahgunakan wewenang, demi menjaga kepercayaan publik terhadap layanan pemerintahan desa.