GoPresent – Dugaan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan perusahaan pembiayaan PT Adira Finance terhadap seorang warga Desa Popaya, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, berbuntut panjang. Risna Nusi, pemilik kendaraan yang menjadi korban, mengaku motornya diambil secara paksa tanpa prosedur hukum yang sah.
Insiden ini terjadi di depan rumah Risna, saat ia tidak berada di tempat. Keluarga yang berada di rumah hanya diberi penjelasan singkat soal tunggakan cicilan, tanpa adanya surat resmi atau pendampingan aparat. Motor milik Risna kemudian langsung dibawa pergi.
“Saat saya pulang, motor sudah tidak ada. Keluarga saya bilang ada yang datang, katanya dari Adira, cuma bilang mau ambil motor karena belum bayar. Tidak ada surat, tidak ada bukti, langsung bawa motor pergi. Ini bukan penarikan, ini perampasan!” ujar Risna dengan nada kecewa.
Menurut Risna, tunggakan cicilan baru berjalan dua bulan dan dirinya masih memiliki itikad baik untuk melunasi. Ia menegaskan bahwa tindakan sepihak tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa penarikan objek jaminan harus dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Baru dua bulan saya menunggak. Tapi kenapa langsung ditarik? Padahal jelas kendaraan hanya bisa ditarik paksa jika ada putusan pengadilan. Tanpa itu, tindakan mereka adalah pelanggaran hukum dan masuk kategori perampasan aset,” tegasnya.
Risna menambahkan bahwa dirinya tidak pernah menolak membayar dan justru merasa diperlakukan seperti kriminal. Ia pun berencana membawa kasus ini ke ranah hukum untuk mencari keadilan.
Kasus ini menjadi cerminan buruknya praktik penagihan oleh lembaga pembiayaan yang tidak menjunjung asas hukum dan keadilan. Warga mengkhawatirkan bahwa tindakan semena-mena seperti ini bisa menimpa masyarakat lainnya, khususnya mereka yang tidak memahami hak-haknya sebagai konsumen.
“Ini bukan lagi soal tunggakan dua bulan, ini soal penyerobotan aset tanpa dasar hukum. Harus ada efek jera bagi oknum semacam ini. Jangan sampai ada korban berikutnya,” tutup Risna.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Adira Finance pusat belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum di lapangan.
Menanggapi tudingan tersebut, Pimpinan Cabang Adira Finance Pohuwato, Rahmat Ismail, akhirnya buka suara. Saat dikonfirmasi pada Kamis (7/8/2025), ia menyebut bahwa tindakan petugas lapangan (debt collector) bukanlah penarikan paksa, melainkan “penitipan unit kendaraan” ke kantor mereka.
“Unit kendaraan tersebut bukan ditarik secara paksa, melainkan dititipkan sementara di kantor. Hal ini dilakukan karena pihak nasabah tidak kooperatif saat didatangi,” ujar Rahmat.
Rahmat juga mengklaim bahwa tunggakan yang terjadi sudah berlangsung selama tiga bulan, bukan dua seperti yang disampaikan Risna. Ia menuturkan bahwa saat petugas datang, Risna menolak keluar rumah, dan komunikasi dengan keluarga – termasuk orang tua yang disebut sebagai penjamin – tidak membuahkan hasil.
Namun yang mengejutkan, Rahmat secara terbuka mengakui bahwa proses tersebut belum sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Kalau bicara sesuai prosedur, ya belum,” ungkapnya saat ditanya mengenai kepatuhan pada UU Fidusia.
Pernyataan tersebut justru memperkuat dugaan bahwa tindakan pengambilan unit yang dilakukan di lapangan melanggar hukum. Apalagi, tidak ada surat tugas, surat resmi penarikan, ataupun pendampingan dari pihak kepolisian saat motor dibawa dari rumah nasabah.
Ketika ditanya lebih lanjut tentang proses hukum, Rahmat menyatakan bahwa bila nasabah tidak setuju, maka seharusnya menempuh jalur hukum. Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan besar tentang pemahaman dan kepatuhan perusahaan terhadap Undang-Undang Fidusia yang berlaku di Indonesia.